Selasa, 14 Mei 2013
TAFSIR PENDIDIKAN
24 Nov
PEMBAHASAN
A. Teks ayat
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Maa pada firman Allah SWT, Fabimaa adalah shilah yang di dalamnya terdapat makna taukid (penegasan). Maksudnya, 7pyJômu‘Î6sù sama seperti firman-Nya, “Dalam sedikit waktu lagi”[1]
Menurut Ibnu Kaisan, Maa adalah Maa Nakirah yang berada pada posisi majrur dengan sebab ba’, sedangkan Rahmatin adalah badalnya. Maka makna ayat adalah ketika Rasulullah SAW bersikap lemah-lembut dengan orang yang berpaling pada perang uhud dan tidak bersikap kasar terhadap mereka maka Allah SWT menjelaskan bahwa beliau dapat melakukan itu dengan sebab taufik-Nya kepada beliau.[2]
Ada juga yang mengatakan Maa itu adalah istifham (pertanyaan). Maka makna ayat: Maka dengan rahmat dari Allah yang mana kamu bersikap lemah-lembut terhadap mereka. Ini adalah ungkapan takjub.
Namun pendapat kedua ini jauh dari kebenaran, sebab seandainya memang seperti itu tentu konteksnya adalah fabima, tanpa alif.
Selain itu, dalam ayat ini bertemulah pujian yang tinggi dari Allah terhadap Rasul-Nya, karena sikapnya yang lemah lembut, tidak lekas marah kepada ummatNya yang tengah dituntun dan dididiknya iman mereka lebih sempurna. Sudah demikian kesalah beberapa orang yang meninggalkan tugasnya, karena laba akan harta itu, namun Rasulullah tidaklah terus marah-marah saja. Melainkan dengan jiwa besar mereka dipimpin[3]. Dalam ayat ini Allah menegaskan, sebagai pujian kepada Rasul, bahwasanya sikap yang lemah lembut itu, ialah karena ke dalam dirinya telah dimasukkan oleh Allah rahmatNya. Rasa rahmat, belas kasihan, cinta kasih itu telah ditanamkan Allah ke dalam diri beliau, sehingga rahmat itu pulalah yang mempengaruhi sikap beliau dalam memimpin. Ini sesuai dengan pujian tuhan di dalam firmannya yang lain yang terdapat pada ayat-ayat terakhir surat at-Taubah ayat 128:
Artinya: “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”
Di ujung ayat di atas, Allah memberikan sanjungan tertinggi kepada RasulNya; diberi dua gelar yaitu RAUF dan RAHIM yang berarti sangat pengasih, penyantun dan penghiba serta sangat penyayang. Kedua nama Rauf dan Rahim itu adalah sifat-sifat Allah, Asma Allah, termasuk di dalam al-Asmaul Husna yang 99 banyaknya. Rahmat Allah yang telah diberikan kepadanya dirinya telah beliau laksanakan dengan baik, sehingga telahmenjadi sikap hidup dan perangainya. Sehinga Allah sendiri memberinya gelar dengan asma Allah.[4]
Dengan sanjungan Allah yang demikian tinggi kepada RasulNya. Karena sikap lemah lembutnya itu,berartilah bahwa Allah senang sekali jika sikap itu diteruskan. Dengan ini Allah telah member petunjuk tentang “Ilmu Memimpin”. Sebab itu selanjutnya Allah berfirman;
“Karena sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”.
Pemimpin yang kasar dan berkeras hati atau kaku sikapnya, akan seganlah orang menghampirinya. Orang akan menjauh satu demi satu, sehingga dia sendirian. Kalau orang telah lari, janganlah orang itu disalahkan, melainkan selidikilah cacat pada diri sendiri.
Firman Allah SWT, artinya keras dan kasar. Dalam sifat Nabi SAW disebutkan bahwa beliau bukan orang yang keras, bukan orang yang kasar dan bukan orang yang berteriak keras di pasar.
(keras hati) adalahd ungkapan untuk muka yang selalu masam, tidak peka segala keinginan dan kurang memiliki rasakasih sayang. Makna adalah memisahkan diri. Artinya kamu memisahkan mereka, maka merekapun memisahkan diri.
Firman Allah SWT selanjutnya,
Artinya: “Karena itu maafkanlah mereka,, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu”.
Dalam ayat ini terdapat delapan masalah:
Pertama: Para ulama berkata, “Allah SWT memerintahkan kepada Nabi-Nya dengan perintah-perintah ini secara berangsur-angsur. Artinya, Allah SWT memerintahkan kepada beliau untuk memaafkan mereka atas kesalahan mereka terhadap beliau. Setelah mereka mendapat maaf, Allah SWT memerintahkan beliau utnuk memintakan ampun atas kesalahan mereka terhadap Allah SWT. Setelah mereka mendapat hal ini, maka mereka pantas untuk diajak bermusyawarah dalam segala perkara”.
Kedua: Ibnu ‘Athiyah berkata, “Musyawarah termasuk salah satu kaidah syariat dan penetapan hokum-hukum. Barangsiapa yang tidak bermusyawarah dengan ulama, maka wajib diberhentikan (jika dia seorang pemimpin). Tidak ada pertentangan tentang hal ini. Allah SWT memuji orang-orang yang beriman karena mereka suka bermusyawarah dengan firman Nya . “sedang urusan mereka (diputuskan dengan musyawarat antara mereka”
Ketiga: Firman Allah SWT, “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”. Menunjukkan kebolehan ijtihad dalam semua perkara dan menentukan perkiraan bersama yang didasari dengan wahyu. Sebab, Allah SWT mengizinkan hal ini kepada Rasul-Nya. Para ulama berbeda pendapat tentang makna perintah Allah SWT kepada Nabi-Nya ntuk bermusyawarah dengan para sahabat beliau.
Sekelompok ulama berkata, “Musyawarah yang dimaksudkan adalah dalam hal taktik perang dan ketika berhadapan dengan musuh untuk menenangkan hati mereka, meninggikan derajat mereka dan menumbuhkan rasa cinta kepada agama mereka, sekalipun Allah SWT telah mencukupkan beliau dengan wahyu-Nya dari pendapat mereka”[5]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)



Tidak ada komentar:
Posting Komentar